Oleh : Hery Buha Manalu
Ketika dunia menyaksikan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di Gaza, Indonesia kembali menegaskan sikap konsistennya, berdiri bersama rakyat Palestina. Sikap ini bukan hanya wujud dari politik luar negeri yang bebas dan aktif, tetapi lebih dalam dari itu, sebuah pernyataan moral yang berakar pada sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam berbagai forum internasional, Indonesia dengan tegas menyampaikan penolakan terhadap segala bentuk relokasi paksa terhadap warga Gaza. Pemerintah menyatakan bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan pemindahan paksa warga dari tanahnya sendiri, apalagi dengan menggunakan kekerasan atau tekanan psikologis dalam situasi perang.
“Indonesia tidak setuju dengan upaya relokasi paksa warga Gaza dalam bentuk apa pun. Semua ini harus dilakukan secara sukarela dan dengan persetujuan dari semua pihak yang ada di Palestina,” tegas pemerintah.
Pernyataan ini bukan hanya diplomatik, ia adalah cermin dari nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. Kemanusiaan, dalam pandangan Pancasila, bukan sekadar belas kasihan, tetapi juga pengakuan terhadap martabat, hak, dan kebebasan setiap manusia.
Implementasi Nyata dari Sila Kedua
Sila kedua Pancasila berbicara tentang keadilan dan keberadaban dalam memperlakukan sesama manusia. Ia mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak hidup, hak aman, hak belajar, dan hak untuk tidak ditindas. Dalam konteks Palestina, prinsip ini menjadi sangat relevan.
Indonesia tidak hanya menolak kekerasan dan relokasi paksa, tetapi juga secara aktif menyusun langkah-langkah nyata dalam mendukung kemanusiaan. Salah satunya adalah kesiapan untuk mengevakuasi sementara kelompok rentan dari Gaza, seperti anak-anak yatim, korban luka, dan pelajar, untuk mendapatkan perlindungan dan perawatan di Indonesia.
Namun, penting ditekankan bahwa langkah ini tidak dimaksudkan untuk memindahkan mereka secara permanen. Pemerintah memastikan bahwa evakuasi hanya bersifat sementara, sebagai bentuk kepedulian, dan akan dilakukan jika diminta dan disetujui oleh semua pihak terkait, termasuk otoritas Palestina.
“Saat ini, konsultasi masih berlangsung antara Presiden Prabowo dan para pemimpin negara di kawasan. Hasil dari konsultasi ini akan menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan langkah dan mekanisme selanjutnya,” ujar pernyataan resmi pemerintah.
Keadilan Bagi Semua, Bukan Sekadar Wacana
Mengapa ini penting? Karena dalam sila kedua, keadilan bukan sesuatu yang abstrak. Ia harus tampak dalam tindakan nyata, termasuk dalam kebijakan luar negeri. Ketika ada bangsa yang ditindas, dikepung, dan dipaksa pergi dari tanahnya, maka keadilan menuntut agar kita tidak tinggal diam.
Kebijakan Indonesia mencerminkan keberanian moral untuk berkata “tidak” terhadap ketidakadilan global. Dalam dunia yang kerap didikte oleh kekuatan besar, Indonesia memilih berdiri di pihak yang lemah. Ini bukan pilihan yang mudah, tetapi inilah makna sejati dari keberadaban memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan hormat, kasih sayang, dan keadilan.
Merawat Anak-Anak Gaza, Diplomasi yang Menyentuh Hati
Salah satu aspek paling menyentuh dari rencana Indonesia adalah perhatian terhadap anak-anak dan pelajar Gaza. Banyak dari mereka kehilangan orang tua, tempat tinggal, bahkan sekolah. Indonesia menawarkan tangan terbuka untuk menampung mereka sementara, agar mereka bisa pulih, belajar, dan tumbuh dalam lingkungan yang aman.
Tindakan ini mencerminkan nilai keberadaban dalam Pancasila. Anak-anak, di mana pun mereka berada, tidak boleh menjadi korban dari ambisi politik dan kekerasan bersenjata. Merawat mereka adalah bagian dari memperjuangkan masa depan peradaban yang lebih manusiawi.
Namun, Indonesia juga tetap menghormati hak mereka untuk kembali ke tanah airnya. Artinya, perlindungan yang diberikan tidak dimaksudkan sebagai bentuk asimilasi atau pelarian dari konflik, tetapi sebagai bentuk jeda kemanusiaan agar mereka tetap hidup, sehat, dan bermartabat.
Konsistensi Indonesia dalam Diplomasi Berbasis Nilai
Sikap Indonesia terhadap Palestina bukan hal baru. Sejak era Soekarno, dukungan terhadap kemerdekaan Palestina sudah menjadi bagian dari prinsip dasar diplomasi Indonesia. Ini berakar dari sejarah kita sendiri yang pernah dijajah dan memahami betul betapa berharganya kebebasan.
Namun kini, lebih dari sebelumnya, posisi tersebut diperkuat dengan pendekatan diplomasi yang berakar pada Pancasila. Ini bukan hanya soal solidaritas historis, tetapi juga soal prinsip. Dalam dunia global yang makin pragmatis dan transaksional, Indonesia memilih tetap setia pada nilai.
Sila kedua Pancasila menjadi kompas moral yang memandu langkah Indonesia agar tidak tersesat dalam politik internasional yang sering kali kejam dan penuh kepentingan. Di saat negara-negara lain bersikap ambigu terhadap penderitaan warga sipil, Indonesia justru menunjukkan ketegasan etis yang langka.
Menjadi Bangsa yang Beradab di Tengah Dunia yang Luka
Dalam banyak hal, krisis Gaza adalah ujian bagi nurani dunia. Ujian apakah kita masih bisa melihat manusia sebagai manusia, bukan sekadar angka statistik konflik. Indonesia, lewat semangat Pancasila terutama sila kedua, memilih untuk tetap berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Membela Palestina bukan soal geopolitik semata. Ia adalah bentuk implementasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Bahwa dalam menghadapi ketidakadilan, kita tidak boleh diam. Bahwa dalam menghadapi penderitaan, kita tidak boleh buta. Dan bahwa dalam membangun dunia, kita harus selalu mengedepankan keadilan dan keberadaban.
Inilah makna dari sila kedua yang sejatisejati, bahwa setiap langkah diplomasi kita, setiap keputusan luar negeri kita, harus didasarkan pada kasih sayang, penghormatan martabat manusia, dan keberanian untuk melawan ketidakadilan di mana pun itu terjadi.