spot_img
BerandaUncategorizedIdealisme Sang Jurnalis

Idealisme Sang Jurnalis

Penulis : Budi Sudarman
Medan, Kopi Times – “Ketua….apa kabar Ketua”? “Apa petunjuk Bangnda”? Belum sempat Bang Danil menjawab pertanyaan pertama, langsung meluncur pertanyaan kedua, begitu renyah dan ramah kulontarkan pertanyaan kepada seniorku saat masih bersama di sebuah media lokal, sebagai seorang Jurnalis. 
Pertemuan yang langka yang pada akhirnya Yang Maha Kuasa membawa kami berjumpa lagi setelah sekian lama tak bersua.

Akrab dan bersahabat, tak berubah. Masih seperti yang lalu. Meski sudah menjadi orang sukses dalam bisnis dan sebagai anggota DPRD sebuah kabupaten. latar belakang Jurnalis tak jua melunturkan nilai-nilai persahabatan.
“Silahkan…silahkan pesan”! Sembari tangan Bang Danil  memberi kode ke Pramusaji agar segera ke meja kami. Silahkan pesan mana yang selera”. “Semakin awet muda aja Abang kutengok, meski usia semakin bertambah” ujarku, sesaat sang Pramusaji meninggalkan kami.

“Sejak kakakmu pindah tugas promosi di Kepolisian ya abangmu ini ikutlah, meski tak bersama, kan masih ada liputan sama artikel kukirimkan ke media kita”. “selain itu jiwa Jurnalisku tak mati, ikut bergabung juga Abangmu ini di media sana” bang Danil bertutur secara perlahan kalimat demi kalimat dengan tertata.

“Nah lewat perantara media kita itulah sebagai Jurnalis aku ikut berbisnis,” sesaat Pramusaji datang, menata pesanan di meja kami.
“Kau ini, dari dulu memang pecandu kopi ya” saat segelas kopi hitam, air mineral, Roasted Beef Ribs berikut nasinya disajikan kehadapanku. (Jurus Aji Mumpung kupergunakan)

“Apa bisnis Abang rupanya”? Tanyaku penasaran, menelisik lebih jauh. “Awalnya ada Tauke memberi kepercayaan padaku untuk menyediakan kayu ke panglongnya, yang kubeli dari warga selanjutnya kuantar”, “awalnya pakai truk dan dana dari dia”. “lbermula dari situlah aku kumpulkan modal buka Saw Mill sendiri, punya anggota sendiri”
“Jadi Abang pelaku illegal logging? Tanyaku lagi, seakan tak percaya.
“Selama Abang jadi Jurnalis Abang kritis terhadap pelaku pembalakan liar yang merusak lingkungan hidup”, “semasa kuliah Abang ikut Mahasiswa Pecinta Alam, ikut LSM Lingkungan Hidup”, “kenapa jadi berubah begini bang?”, “mana idealisme Abang ?” , “mengapa Abang gadaikan atas nama kata-kata sukses ?”.  ibarat senapan serbu M-16 peluru pertanyaan demi pertanyaan kulontarkan menghujani Bang Danil.

“Begini” lanjut bang Danil “sama halnya izin HPH yang dilakukan oleh pengusaha bermodal besar diberi izin oleh pemerintah”, “selanjutnya kayu diambil untuk dimanfaatkan lalu kawasan tersebut menjadi hutan industri kebun sawit atau Karet”, “meski diriku tak membayar pajak, keuntungan yang kudapat kusisihkan juga untuk pembangunan jalan, jembatan, rumah ibadah, kegiatan sosial yang memang dirasakan manfaatnya langsung oleh warga sekitar”, “tak pakai proses tender lah, pakai uang salam lah kepada pemerintahan setempat”

Panjang kali lebar bang Danil menjelaskan namun tak mampu lagi ku cerna lewat pendengaran serta ingatan. Terasa sesak dadaku mendengar penuturannya yang disampaikannya, sambil kuseruput kopiku…kuhisap rokok kretekku….

“Iya bang, kini Abang sudah menjadi anggota dewan yang membuat aturan agar dilaksanakan pemerintah, malah Abang pelaku langsung yang tidak taat perintah Undang-undang”
“Dapat modal nyaleg dari arah yang tak tepuji”

Sambil menghela nafas yang dalam Bang Danil menjelaskan “Tapi kini sudah kuhentikan pembalakan liar itu, kilangku hanya beli pohon yang tua milik warga yang kujadikan bahan kayu, sehingga warga kerjanya kadang hari Senin kadang hari Kamis”
“Nah akupun jadi anggota dewan ini berkat dukungan mereka juga, setelah jadi anggota dewan, kuberi dana kepada warga, hutan yang kayunya telah kuambil agar ditanami kembali dengan pohon buah-buahan kualitas unggul, dan itu bibitnya kuberikan secara gratis kepada warga, sekarang daerah kami malah jadi swasembada buah-buahan, habis musim ini ganti musim yang ini”. “Belum lagi hasil dari pertanian dan peternakan” “ada beberapa tempat jadi sentra ternak lebah penghasil Madu”. “intinya Lih (dari nama panggilanku, Galih) mereka jangan merusak hutan kayak aku”
“Akh…kan karena Abang sudah jadi anggota dewan, bisa bicara gitu” sergahku lagi.

“Nah abangmu ini untuk 2024 kan mau maju lagi ke DPR-RI, Abang tau pihak keluarga istrimu itu keluarga besar yang bakal jadi Dapil Abang, kau bantu dulu abangmu ini ya” hening sesaat, sorot mata bang Danil begitu berharap sekali agar aku menerima tawarannya.

Kemudian lanjutnya :”Abang ingin kau jadi Tim Sukses karena Abang tak sukses tanpa bantuanmu” “percayalah idealisme tetap Abang jaga”
(Dalam hatiku berkata-kata”apa iya?”)
“Ini ada titipan dari kakakmu, pakailah buat keluargamu di rumah ya”, “sampaikan salamku buat istrimu” begitu lembut dan santunnya kata-kata yang diucapkan bagai pisau belati yang sudah dibenamkan ke Frezeer seminggu. Dingin……!!! menusuk relung hati dan akalku.

Kuterina amplop kuning yang isinya sangat tebal. Ada rasa percaya dan tak percaya.
“Bang, diberinya kita 10 juta sama bang Danil, tengoklah ini” istriku berbinar matanya antara bahagia dan haru sambil memegang uang pemberian bang Danil.
“Padahal tadi siang adek WA sama Abang kan, kalau beras sudah habis untuk esok pagi, apalagi si Ayu bayar uang les si Raka bayar uang Taekwondo.

“Siapa benar siapa salahMana sebenarnya yang salahJika benar takkan salahYang bersalah kan tetap salah”

Sayup-sayup terdengar lagu penyanyi Malaysia, Iwan Salman

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini