spot_img
BerandaAkademikaHari Buku, "Dari Salib ke Pena, Dari Kekosongan ke Pengharapan

Hari Buku, “Dari Salib ke Pena, Dari Kekosongan ke Pengharapan

Oleh : Hery Buha Manalu

Paskah, Buku, dan Kesadaran Literasi

Dalam semangat Paskah dan Hari Buku Internasional, Sekolah Tinggi Teologia (STT) Paulus Medan mengadakan Seminar dan Diskusi tentang Rasul Paulus sebagai penulis kitab di Perjanjian Baru (PB) Senin 21/4/2025 di Medan. Tulisan Paulus banyak menginspirasi dunia. Setiap tahun, umat Kristen di seluruh dunia merayakan Paskah sebagai puncak iman, mengenang sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus. Di saat yang hampir bersamaan, dunia internasional juga memperingati Hari Buku Internasional, yang jatuh pada tanggal 23 April. Dua momentum ini, bila direnungkan secara mendalam, sejatinya punya benang merah yang kuat, keduanya berbicara tentang kehidupan yang diperbaharui, hidup yang diangkat dari kebisuan dan kematian menuju pengharapan dan transformasi.

Dalam konteks teologi, kebangkitan Kristus adalah titik balik sejarah keselamatan. Tetapi dalam konteks kehidupan Lembaga Pendidikan atau Perguruan Tinggi Teologi, seperti di STT Paulus Medan, Paskah juga menjadi titik refleksi tentang bagaimana kebangkitan itu diwujudkan dalam hidup harian para mahasiswa dan dosen. Salah satu bentuk kebangkitan yang relevan dan urgen saat ini adalah kebangkitan literasi: semangat untuk membaca, menulis, dan berpikir teologis secara mendalam.

Rasul Paulus, Teladan Literasi Teologis

Tidak berlebihan jika kita menyebut Rasul Rasul Paulus sebagai teolog besar dan sekaligus penulis ulung. Sebagian besar isi Perjanjian Baru lahir dari pena dan pemikiran Paulus. Surat-suratnya ditulis dalam berbagai situasi, dari penjara, dalam pelayaran misi, bahkan dalam kondisi hidup yang penuh tekanan. Namun, dalam segala situasi itu, Paulus tidak berhenti menulis. Ia tidak hanya memberitakan Injil dengan lisan, tetapi juga mengukirnya dalam tulisan, agar dapat dibaca, direnungkan, dan diwariskan lintas generasi.

Mahasiswa teologi harus disadarkan bahwa menjadi pengikut Kristus berarti juga menjadi pencinta kebenaran, dan kebenaran itu bukan hanya diwariskan khotbah, tapi juga melalui tulisan. Gereja bisa berdiri teguh sampai hari ini karena ada orang-orang yang mencatat, menyusun, menulis, dan menafsirkan. Tanpa tulisan Paulus, kita mungkin tidak akan mengenal Injil anugerah seperti yang kita pahami sekarang. Maka kebangkitan teolog juga berarti kebangkitan untuk menulis dan membaca sebagai jalan pengabdian iman.

Hari Buku STT Paulus Medan
Hari Buku Internasional, Sekolah Tinggi Teologia (STT) Paulus Medan mengadakan Seminar dan Diskusi tentang Rasul Paulus sebagai penulis kitab di Perjanjian Baru (PB) Senin 21/4/2025 di Medan./foto :tessa/kopitimes

Tantangan Literasi di Sekolah Tinggi Teologi

Sayangnya, semangat literasi di kalangan mahasiswa teologi sering kali tidak sejalan dengan panggilan intelektual mereka. Banyak mahasiswa lebih nyaman mendengar daripada membaca, lebih suka menonton daripada menulis. Buku-buku teologi menumpuk di rak perpustakaan, tetapi tidak dibaca. Tugas-tugas ditulis sekadar menggugurkan kewajiban akademik, bukan sebagai ekspresi pemikiran atau perenungan iman.

Kesadaran literasi ini bukan sekadar soal prestasi akademik, melainkan soal pembentukan diri sebagai pelayan Tuhan yang utuh. Gereja masa depan membutuhkan pelayan-pelayan Tuhan yang mampu membaca zaman, menulis pemikiran, dan menyampaikan kebenaran dengan jelas dan mendalam. STT bukan hanya tempat mengajar dogma, tetapi tempat membentuk nalar yang hidup dan hati yang tajam.

“Kebangkitan Kristus, Harapan Bagi Dunia”, sebagaimana tercantum dalam Efesus 4:23-24, mengajak kita untuk “dibaharui di dalam roh dan pikiran” serta “mengenakan manusia baru.” Ini bukan sekadar seruan spiritual, tetapi juga ajakan konkret untuk mengubah pola pikir, termasuk dalam hal kebiasaan belajar, membaca, dan menulis.

Kebangkitan Kristus tidak hanya mengalahkan kematian fisik, tapi juga membangkitkan harapan, membangkitkan potensi, dan membangkitkan kesadaran akan panggilan hidup yang baru. Maka perayaan Paskah menjadi ruang refleksi bagi kita semua untuk bertanya: Apakah aku sungguh hidup sebagai manusia baru? Apakah pola belajarku, kebiasaan bacaku, dan semangat menulisku mencerminkan hidup yang telah diperbaharui?

Angela Manalu
Paskah STT Paulus Medan, Membawakan topik Seminar Hari Kartini, Hari Bumi dan Hari Buku Internasional/foto :ist/kopitimes

Kebangkitan Literasi,Tanggung Jawab Bersama

Sebagai dosen teologi, saya merasa memiliki tanggung jawab moral dan rohani untuk terus mendorong dan menumbuhkan budaya literasi di kalangan mahasiswa. Tetapi ini bukan perjuangan satu pihak. Mahasiswa juga perlu menyadari bahwa panggilan menjadi teolog tidak bisa dilepaskan dari disiplin membaca dan menulis. Tidak ada pemikir besar yang lahir dari kemalasan intelektual. Tidak ada khotbah yang menyentuh jiwa jika tidak dibangun dari pembacaan yang dalam dan refleksi yang sungguh.

Karena itu, mari kita jadikan Paskah sebagai momentum untuk membangkitkan bukan hanya iman, tetapi juga semangat literasi. Mari kita bentuk komunitas akademik yang aktif berdiskusi, rajin menulis jurnal, suka mengulas buku, dan terbuka untuk dialog pemikiran.

Lembaga-lembaga Teologi seperti keluarga besar, STT Paulus Medan harus menjadi tempat yang ramah literasi. Perpustakaan harus lebih hidup, ruang kelas harus jadi ruang dialog, bukan sekadar tempat mendengar. Para dosen harus jadi teladan dalam menulis, dan mahasiswa harus diberi ruang untuk berekspresi dalam tulisan-tulisan reflektif, ilmiah, maupun populer.

Kita juga bisa memulai dengan hal-hal kecil, program satu minggu satu resensi buku, lomba esai teologis saat Paskah, diskusi buku mingguan, atau pelatihan menulis artikel. Semua ini adalah jalan untuk membumikan semangat kebangkitan Kristus dalam ranah intelektual.

Dari Salib ke Pena

Dari kisah Paskah, kita belajar bahwa dari salib yang kelam, lahirlah cahaya harapan. Dari kebisuan makam, lahir pekabaran hidup baru. Maka dari ketidakgemaran membaca, bisa lahir pemikiran yang tajam. Dari ketakutan menulis, bisa lahir refleksi iman yang menguatkan banyak orang. Kristus telah bangkit, dan kini giliran kita untuk bangkit, sebagai pembaca, sebagai penulis, sebagai teolog yang berpikir dan mencintai kata-kata.

Mari kita kenakan manusia baru, seperti yang ditulis dalam Efesus 4:23-24, bukan hanya dalam spiritualitas kita, tetapi juga dalam kebiasaan intelektual kita. STT Paulus Medan dipanggil untuk jadi tempat di mana kebangkitan Kristus menjadi nyata dalam cara kita berpikir, menulis, dan bertindak. Karena literasi bukan sekadar kegiatan akademik, ia adalah bentuk iman yang hidup dan bertumbuh.

Selamat merayakan Paskah dan Hari Buku Internasional. Mari kita bangkit bersama, menjadi teolog yang tidak hanya berpikir dengan hati, tetapi juga menulis dengan terang Injil.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini