spot_img
BerandaArtikelKebangkitan Literasi Tanda Hidup yang Baru dalam Terang Paskah

Kebangkitan Literasi Tanda Hidup yang Baru dalam Terang Paskah

Oleh : Hery Buha Manalu

Dibaharui dalam Pikiran, Dihidupkan oleh Firman

Menjelang Hari Buku Internasional yang selalu diperingati setiap 23 April dan menghidupi nya dalam semangat Paskah. Kebangkitan Kristus bukan sekadar sebuah peristiwa sejarah. Ia adalah realitas hidup yang terus berdampak bagi siapa pun yang percaya. Dalam terang Paskah, kita diajak untuk bukan hanya mengenang bahwa Yesus bangkit, tetapi juga ikut bangkit bersama Dia dalam segala aspek hidup, termasuk dalam cara kita berpikir, membaca, dan menulis. Maka, tema kebangkitan menjadi sangat relevan jika kita bicara tentang kebangkitan dan kesadaran literasi.

Kita harus jujur mengakui bahwa banyak mahasiswa teologi, dan bahkan pelayan Tuhan, yang mengalami kemunduran dalam budaya membaca dan menulis. Paskah adalah momentum untuk membangkitkan kembali semangat itu.

Sama seperti Kristus yang bangkit dari kubur, kita pun diajak bangkit dari “kemalasan intelektual”, dari “kubur ketidaktertarikan membaca,” dari “kelesuan menulis.” Karena iman yang tidak berpikir akan mudah dibelokkan, dan pemikiran yang tidak ditopang oleh Firman akan mudah kehilangan arah.

Efesus 4:23-24 mengatakan:
“… supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru yang diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.”

Ayat ini menegaskan bahwa pembaruan pikiran adalah bagian integral dari iman Kristen. Artinya, kebangkitan Kristus bukan hanya memberi kita semangat untuk hidup baru secara moral, tetapi juga secara intelektual dan spiritual. Mahasiswa teologi yang mengalami kebangkitan sejati akan:

Menjadikan membaca sebagai bentuk ibadah,

Menjadikan menulis sebagai bentuk kesaksian iman,

Menjadikan literasi sebagai tanggung jawab literasi sebagai tanggung jawab panggilan, bukan beban akademik.

Ketika seseorang dibaharui secara pikiran, ia tidak lagi melihat membaca sebagai tugas, tetapi sebagai jalan untuk lebih mengenal Allah. Ia tidak lagi menulis demi nilai ujian, tetapi karena ia ingin menyampaikan kebenaran Tuhan yang ia alami. Di sinilah literasi menjadi bentuk nyata dari kehidupan baru, sebuah identitas baru yang menolak pasif, menolak instan, dan memilih untuk bertumbuh dalam kedalaman.

Gereja dan sekolah teologi di era digital ini perlu menyadari bahwa perjuangan iman hari ini tidak hanya terjadi di mimbar, tapi juga di layar, di lembaran buku, di media sosial, dan di ruang-ruang diskusi digital. Jika kita tidak mempersiapkan generasi pembaca dan penulis yang kuat, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk bersuara secara profetik di tengah dunia yang terus berubah.

Oleh karena itu, mari kita menjadikan Paskah ini sebagai titik balik. Kebangkitan bukan hanya sebuah ajaran, tetapi gerakan nyata yang menuntut tanggapan konkrit. Maka mari:

1. Bangkitkan semangat membaca di dalam dan luar kelas.

2. Dorong mahasiswa menulis refleksi, artikel, puisi, dan esai iman.

3. Jadikan literasi sebagai budaya komunitas, bukan hanya kegiatan kurikulum.

4. Ajak dosen, mahasiswa, dan seluruh sivitas untuk merayakan iman juga melalui kata-kata yang hidup dan menghidupkan. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini